Monday, November 14, 2016

Kulit Ayam Babe Jawaranya Kota Depok

Kalau mau ngomongin soal kuliner, Kota Depok rajanya. Berbagai jenis makanan dari mulai cemilan hingga makanan berat bisa kamu temui disini. Karena banyak sekali berjejer tempat makanan serta cafe-cafe unik di sepanjang jalan Margonda Raya.

Jadi jangan heran kalau Depok menjadi incaran para pelancong kuliner. Dan jangan kaget kalau anda melewati jalan Margonda Raya ini pada hari sabtu dan minggu karena tingkat kemacetan di kawasan ini sangat parah. Ternyata kuliner enak di daerah Depok ini tidak hanya ada dalam mal atau ruko-ruko sepanjang jalan Margonda Raya saja, seperti tempat makan kaki lima yang berada di Jalan Siliwangi yang satu ini menjadi incaran para penikmat kuliner terutama anak muda.




Ini dia Warung Ayam Goreng Babe yang bisa menggoyah lidah para penikmat kuliner dengan pilihan menu yang ada.

Ini Dia Menu Favorite Kulit Ayam 

Warung Ayam Goreng Babe merupakan warung jajanan kaki lima yang menjual ayam goreng potongan dan berbagai macam sate seperti sate usus, sate ati ampela dan yang paling favorite disini adalah sate kulit ayamnya. Sekali mencoba dijamin bisa bikin kamu jatuh hati dengan rasanya.Sambal kacang khas ayam goreng babe yang nggak akan kamu temui ditempat lain, jika di makan berbarengan dengan gurihya kulit ayam bisa bikin nafsu makan kamu meningkat.



Warung Ayam Babe ini sudah berdiri sejak tahun 1997 dan di dirikan sendiri oleh Abud yang kerap di sapa Babe. Saat itu masih berjualan menggunakan gerobak biasa di lokasi pertamanya di Jalan Mangga Raya.
Nama "Warung Ayam Babe" sendiri berasal dari sebutan para pelanggan yang sering menyebutnya sebagai Warung Ayam Babe hingga terkenal seperti sekarang ini.

Warung Ayam Babe mulai beroperasi dari pukul 17:00 - 21:00, namun terkadang tutup lebih awal karena stock  habis. Sekarang Warung Ayam Babe sudah buka 5 cabang di lokasi yang berbeda yaitu di Jalan Siliwangi arah Depok 2, Bintara, Tugu Ibu, dan dua lainnya merupakan franchise yang berlokasi di Jalan Margonda Raya dan Bogor.

Ayam Babeh Si Pemadam Kelaparan


Ngomongin soal harga, tenang aja karena Warung Ayam Babe ini sangat ramah untuk isi dompet khususnya anak muda. Dari awal buka hingga saat ini hanya naik Rp.1.000,- saja. Untuk satu tusuk sate dihargai Rp. 2.000,- dan harga untuk ayam potongnya Rp. 7.000,- tetapi untuk harga sayap ayam hanya Rp. 3.000,-.

Meskipun harga kaki lima, tapi rasanya bintang lima. Jadi nggak heran dong kalau warung ayam ini selalu di banjiri oleh para pelanggan setianya. Salah satunya Icha, pelanggan setia ayam babe yang sering makan disini.

"Pesen porsi banyak tapi tetep murah udah gitu ngenyangin lagi", Ujar Icha.

Saat ini Warung Ayam Goreng Babe di pimpin oleh ketiga anaknya salah satunya Arif Johan (34), karena Babe sudah meninggal dunia pada tahun 2015 lalu.

Perharinya Warung Ayam Goreng Babe ini bisa menghabiskan kurang lebih 50 kg kulit ayam dan 8 ekor ayam yang bisa ludes hanya dalam hitungan jam saja. Apalagi kalau malam sabtu dan malam minggu jumlah pengunjung bisa hingga 500 orang.

Jadi jangan heran kalau bisnis ayam goreng ini menghasilkan pendapatan yang cukup besar, karena perharinya saja bisa sampai 3,4 juta rupiah.

Kesuksesan bisnis Warung Ayam Goreng Babe tidak langsung di dapat dengan mudah, namun merintis dari awal susahnya berjualan kaki lima hingga bisa menjadi bisnis ayam terkenal di Depok seperti sekarang ini.



"Sebagai pemula jangan takut buat mencoba, sabar, tekun dan gigih serta rajin", Ujar Arif pemilik Warung Ayam Goreng Babe.

Pada dasarnya kesuksesan bisa saja didapat, tergantung bagaimana kita melihat peluang untuk meraih kesuksesan tersebut.

Tuesday, November 1, 2016

Kunci Dibalik Kesuksesan Kedai Es Krim Legendaris


Ragusa Italian Ice Cream (Source : Google)

 Jangan lihat dari usianya yang terbilang tua, tetapi lihatlah kesuksesannya. Kedai es krim yang sudah berdiri sejak tahun 1932 ini memiliki sisi lain yang unik untuk dikulik. Ragusa Italian Ice Cream ini pertama kali di dirikan oleh dua orang pria asal Italia yaitu Mr. Luigi Ragusa dan Vicenco Ragusa.
Awalnya ke dua bersaudara itu datang ke Indonesia hanya untuk belajar taylor. Setelah tiba di Indonesia mereka pergi ke daerah Bandung dan disitulah bertemu dengan seorang wanita sebagai kekasihnya yang memiliki sebuah peternakan sapi. 

Saat itu sapi-sapi ternaknya menghasilkan susu yang sangat berlimpah, kemudian mereka membuka sebuah toko dan memanfaatkan hasil susu tersebut dengan membuatnya menjadi es krim. Tidak disangka es krim buatan mereka laku dan banyak yang menyukai. Kejadian tersebut berlangsung pada tahun 1931 lalu. 

Satu tahun kemudian yaitu pada tahun 1932 mereka mencoba membuka di daerah Pasar Gambir yang berada di lapangan IKADA yang sekarang lebih terkenal dengan Pekan Raya Jakarta. Di lokasi ini Ragusa hanya bertahan selama 14 tahun saja karena saat itu Ragusa mengalami purunan pelanggan dan pendapatan.


Lokasi Kedai Es Krim Ragusa Saat ini
 
Tahun 1947 merekapun memutuskan mencari lokasi baru Ragusa, akhirnya mereka memilih sebuah tempat yang berlokasi di Jalan Veteran 1 No.10, Jakarta Pusat. Hingga saat ini, Ragusa tetap berdiri di lokasi tersebut. Selain  berlokasi di Jalan Veteran, Ragusa memiliki lokasi pertama yang bertempat di Duta Merlin Plaza lantai 5.
 
Nama dari kedai es krim Ragusa ini ternyata diambil dari marga kebangsaan Itali asli. Konon katanya, citra rasa dari es krim Ragusa masih tetap sama dari dulu hingga saat ini. Menu yang paling disukai oleh pelanggan setia Ragusa ada beberapa varian rasa diantaranya Tutti Frutti, Cassata Siciliana, Vanilla, Chocolate, Mocca, Strawberry, dan Nougat. Untuk harga es krimnya, Ragusa mematok harga yang terbilang cukup terjangkau. Jika ada kenaikan harga, mereka hanya menaikan harganya sedikit. 


Saat ini Ragusa Italina Ice Cream ini di pimpim oleh Ibu Hj. Sias Mawarni. Kedai es krim ini dihibahkan ke Ibu Hj. Sias Mawarni pada tahun 1972 setelah adik dari pimpinannya dahulu meninggal dunia, dan hingga saat ini belum ada generasi yang meneruskan usaha ini karena yang mengelola bisnis es krim ini masih Ibu Hj. Sias sendiri. 

Kesuksesan kedai es krim ini bukan hanya citra rasa dan sejarah dari Ragusa itu sendiri. Rahasia pertama yang di katakana langsung oleh Ibu Hj. Sias. Pertama, Ragusa berbeda dengan es krim lainnya, perbedaan tersebut terletak pada bahan dasar pembuatan es krim itu sendiri. Jika es krim lain menggunakan butter, Ragusa masih menggunakan bahan dasar susu dan tidak menggunakan bahan pengawet makanan. 

Ice Cream Favorite, Chocolate Sundae

Ada yang unik dari rahasia kedua dari suksesnya kedai es krim legendaris ini. Ibu Hj. Sias pemilik kedai es krim Ragusa ini memiliki suatu kepercayaan yaitu dengan melakukan sebuah kebaikan kepada orang lain dan menyayangi kedua orang tua, dengan begitu kesuksesan akan dapat diraih dengan mudah. Dalam kehidupan kesehariannya Ibu Hj. Sias juga memiliki banyak kegiatan sosial salah satunya adalah memberikan ilmu kepada orang lain yang mau belajar masak secara cuma-cuma.

“Kalau mau jadi orang kaya mah gampang, pokoknya kite musti saying orang tua. Terutama ibu karena surga ada di telapak kaki ibu, kuncinya itu” Ujar Ibu Hj. Sias Mawarni.

Meskipun Ragusa merupakan kedai es krim legendaris, tetapi masih tetap eksis hingga saat ini bahkan tidak kalah dengan banyaknya cafe-cafe unik yang ada di Jakarta. Buktinya saja, Ragusa memiliki pelanggan setia selama bertahun-tahun bukan hanya berasal dari Jakarta namun dari berbagai daerah.

Salah satu pelanggan setia Ragusa yaitu Rista Nining yang memberikan sedikit ceritanya tentang alasan mengapa ia masih tetap berkunjung ke kedai es krim legendaris ini. Rista mengatakan kalau dirinya datang ke Ragusa selain suka dengan es krimnya, ia juga selalu ingat pada sosok ayahnya yang telah tiada sejak lama dan dahulu sejak ia kecil ayahnya sangat suka dengan es krim Ragusa. 

“Ya dulu pas saya masih seumur sd kalo nggak salah, saya suka ngambek ke almarhum ayah saya minta beliin es krim, kebetulan ayah saya suka banget nih kesini. Makanya kalo kesini kadang suka inget gimana gitu, lagian saya juga suka sama es nya enak,” Ujar Rista pelanggan setia Ragusa. 

Suasana di kedai es krim Ragusa yang bertempat di Jalan Veteran juga mampu membuat rasa bernostalgia kamu lebih terasa. Terlihat pada bagian dinding ada banyak berbagai macam lukisan dari pahatan kayu klasik, kursi-kursi kayu dan foto-foto Ragusa pada zaman dahulunya. Selain itu berbagai macam penghargaan yang berhasil di raih Ragusa juga terlihat terpasang dalam bingkai yang bergantung di dinding. 

Selain Ragusa, masih ada kedai es krim yang masih bertahan dari dulu hingga saat ini. Es krim baltic yang terletak di Jalan Kramat Jaya, Jakarta Pusat ini sudah berdiri sejak tahun 1939. Meskipun keduanya sama-sama merupakan es krim legendaris di Jakarta, tetapi tetap saja ada perbedaannya. 

Source : Google

Mulai dari cita rasa, menu es krim yang ditawarkan, hingga harganya pun terbilang sangat berbeda. Es krim baltic memiliki rasa es yang enak dan juga teksturnya yang lembut. Karena harganya yang terjangkau es krim ini menjadi incaran para pelajar yang sering kali datang disaat jam pulang sekolah.
Berbagai varian rasa yang di kedai es krim ini diantaranya Lolly Frutti, Tutti Frutti, Cokelat, Choco Stick, Durian, Kopyor, Mangga, dan Sirsak. Kemudian untuk yang dua rasa ada Mocca Kopyor, Alpukat Cokelat, dan Alpukat Strawberry. 

Source : Google

Es krim batic juga dibuat dengan baham dasar alami seperti susu segar dan buah-buahan asli. Makanya hingga saat ini es krim baltic masih tetap laris meskipun sudah lama. Bisa di katakan kedua kedai es krim legendarsis ini memang masih bertahan hingga saat ini dan tetap menjadi incaran para penikmat es krim dari berbagai kalangan.

Slum On The Edge Of Jakarta (Kampung Kumuh)

Aroma tak sedap menjadi ciri khas dari sebuah kerajaan. Kerajaan loak yang terletak di Pejaten, Jakarta Selatan menjadi saksi bisu betapa kerasnya perjuangan hidup ditengah Ibu Kota Jakarta. Dalam kerajaan tersebut terdapat 9 lapak, yang dari masing-masing lapaknya terdapat sekitar 10 kepala keluarga. Setiap harinya mereka hanya mencari barang bekas yang masih memiliki harga jual. Mereka menjadikan pekerjaan itu sebagai tumpuan hidup keluarga mereka. Susahnya hidup di Ibu Kota tidak membuat mereka menyerah begitu saja, justru membuat mereka semangat untuk menjadi lebih baik. Dengan bantuan tenaga pengajar dari berbagai universitas di bawah naungan Green Indonesia Foundation kehidupan mereka lebih berwarna. Mereka jadi dapat mempelajari banyak hal, agar kedepannya nanti hidup mereka tidak hanya bergantung dari barang-barang loak 

                           
(Kaum ibu dan gelas bekas)
pict by : Eka Nur Septia
("Nyore" berkumpul bersama tetangga, saudara terdekat)
pict by : Sony Wicaksono

(Memilah secarik kertas, untuk sesuap nasi)
pict by : Sony Wicaksono
(Anak adalah titipan Tuhan yang amat berharga)
'pict by : Sumayya

(Berkumpul di sore hari bersama buah hati)
pict by : Eka Nur Septia
(Mencari rezeki dengan menguras seluruh tenaga)
pict by : Sony Wicaksono
(Berserah diri kepada Yang Maha Kuasa, kunci ketenangan hidup)
pict by : Sumayya

(Memikul demi kelangsungan hidup)
pict by : Sony Wicaksono
(Tetap penuih harapan, anak bangsa)
pict by : Eka Nur Septia
(Pengejar matahari keluar dari semak barang loak)
pict by : Sumayya
 

Pameran Foto Indonesian Heritage

Pameran foto yang diselenggarakan di Erasmus menampilkan 10 foto terbaik karya para photografer jurnalis penerima permata Photo Journalist Grant 2014. Foto-foto yang ditampilkan berisikan tentang kesenian yang ada di Indonesia, dari 10 foto yang ditampilkan ada beberapa foto yang mencuri perhatian saya karena terdapat kisah dan makna dari foto-foto tersebut.

Cokek Sang Penghibur
Captured by : Anggara Mahendra
Kontributor Bali Buzz (The Jakarta Post Group)
    
 Foto ini menceritakan tentang sebuah hiburan yang bernama cokek yang dimana hiburan ini hanya  bisa dinikmati oleh kelas menengah atas di Cina Benteng, Tanggerang, Banten. Namun sekarang seiring berjalannya waktu hiburan ini sudah bisa dinikmati oleh siapapun karena adanya proses adaptasi, efek dari modernisasi. Hiburan cokek ini menyajikan lagu-lagu dalem yang berbentuk pantun dalam bahasa melayu. Saat itu cokek menjadi salah satu simbol status sosial bagi para pemimpin masyarakat Tionghoa, sehingga tidak sembarang orang berani mendekati sang wayang. Hingga saat ini hiburan Cokek masih tetap ada, namun dalam bentuk yang baru.

Trilogi Kopi
Captured by : Muniroh
Sinar Harapan
 
 Foto ini menceritakan bagaimana gambaran dari historis perjalanan kopi dalam konteks perdagangan dan kebudayaan. Trilogi kopi yang menghubungkan tiga hal yang saling bergantung antara pedagang, pegawai, dan pembeli. Kopi yang diceritakan adalah kopi ‘Bis Kota’ dimana kopi ini adalah bukan kopi biasa melainkan kopi adalah sebagi teman perjalan hidup keluarga penjual dan pembelinya. Cerita kopi ‘Bis Kota’ ini berasal dari Wong Hin yang berasal dari Cina, mengawali dengan mengantar kopi ke rumah orang-orang dengan menggunakan sepeda onthel. Cerita perjalan kopi ‘Bis Kota’ sangat panjang hingga tiga generasi. Ketika generasi ketiga bertemu di warung kopi, saat itulah cerita yang baru dapat dikisahkan kepada anak cucu mereka kelak. 

Miss Tjitjih Kian Tertatih
Captured by : Wahyu Purno Arinto
LKBN Antara

Foto ini adalah salah satu foto dari kelompok kesenian yang telah menghibur penonton sejak di Batavia hingga sekarang di Cempaka Putih, Kemayoran, Jakarta. Miss Tjitji masih terus mempertahankan bahasa sunda dalam setiap pementasannya. Dari tahun ke tahun, hingga berganti generasi, cerita pementasan mereka masih tetap sama sebagian besar mengangkat serita horor seperti “kuntilanak warung doyong”, “kehidupan alam kubur”, dan “beranak dalam kubur”. Kelompok kesenian sandiwara Miss Tjitji juga dianggap sebagai pelopor teater modern terus menerus sepanjang zaman. Namun dibalik itu semua permasalahan materi adalah yang menjadi salah satu kendala bagi kelompok kesenian Miss Tjitji untuk mempertahankan dari kepunahan. 

Suara Dari Bharata
Captured by : Ricky Martin
Majalah Bobo

Foto ini menceritakan tentang bagaimana kehidupan seorang seniman WO Bharata. Walaupun mereka hidup dalam kesederhanaan dalam keterbatasan ekonomi, semangat mereka dalam melestarikan budaya Jawa di tengah Metropolitan Jakarta tak pernah surut. Berbagai penghargaan berhasil mereka raih di kancah seni tradisi nasional dan internasioal. Selain itu untuk menambah penghasilan bulanan diantara mereka menjadi pelatih tari dan menjadi tenaga konsultan profesional event organizer wayang orang untuk perusahaan atau instansi pemerintahan. Mereka juga memiliki moto “Langgengmu Harapanku, Lestarimu Tanggung Jawabku” dan bagi mereka mencari seorang sarjaan itu gampang, akan tetapi bisakah menyediakan satu orang pemain wayang kulit?

Pewaris Takhta Nakhoda Pinisi
Capured by : Syamsudin Ilyas
Rakyat Merdeka
  Foto ini menceritakan tentang sorang nakhoda bernama Muhammad Basso yang berusia 70 tahun. Sudah selama 45 tahun Basso menjadi seorang nakhoda, berbagai jenis kapal layar tradisional sudah ia nakhodai. Menjadi seorang nakhoda adalah hal yang tidak mudah, selain harus bisa membaca petunjuk alam, seorang nakhoda juga harus memiliki jiwa kepemimpinanyang kuat. Basso juga mengatakan ilmu yang dia pelajari selama ini merupakan hasil terpaan ketika menghadapi kerasnya lautan. Dari tangannya telah banyak lahir nakhoda-nakhoda muda yang dapat diandalkan. Bagi Basso ombak dan badai adalah sahabat, yang tidak perlu dilawan tapi ikuti kemana arahnya haluan. 

Samin Vs Semen


Samin vs semen adalah sebuah film dokumenter yang membicarakan tentang penolakan adanya pembangunan pabrik semen. Film dokumenter ini menampilkan bagaimana upaya masyarakat suku Samin dalam menolak pendirian pabrik semen di daerahnya.  Selain itu masyarakat Samin juga berjuang untuk menyelamatkan tanah milik mereka dari para kapitalis yang tidak sama sekali mementingkan kehidupan masyarakat sekitar. Perlawanan masyarakat Samin diawali dengan 6 orang yang memiliki pendirian untuk melawan adanya pembangunan PT Indosemen tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh masyarakat. Awalnya perlawanan masyarakat Samin hanya dipandang sebelah mata oleh para kapitalis, namun semakin lama banyak masyarakat yang ikut berjuang untuk melakukan perlawanan tolak adanya pembangunan pabrik semen tersebut. Film dokumenter ini membuat antuasias masyarakat luas sehingga timbulnya pro kontra terkait dengan perlawanan masyarakat Samin.

Saya sendiri memiliki beberapa sudut pandang mengenai film dokumenter Samin vs Semen ini. Saya sangat pro dengan perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Samin yang bergitu gigihnya untuk memperjuangkan apa yang mereka miliki. Mereka begitu memperjuangkan tanah karena masyarakat Samin memiliki pendirian bahwa mereka memegang teguh warisan nenek moyang. Paham sedulur Sikep warisan leluhur yang mengajarkan mereka untuk menjaga kelangsungan hidup bagi anak cucu. Masyarakat Samin mayoritas bertani, mereka menggantungkan hidupnya semua berasal dari alam dan pantang berdagang. Menurut mereka bagaimanapun keadaan yang penting mereka masih bisa makan. Bukan hanya laki-laki saja yang berjuang melakukan perlawanan terhadap pihak dari PT Indosemen, namun para wanita baik muda maupun tua semua ikut berjuang melakukan perlawanan. Kata “amin” tidak akan membuat semua berubah tanpa adanya perlawanan. Perlawanan masyarakat Samin di Kabupaten Pati berhasil sehingga pembangunan PT Indosemen gagal. Namun perjuangan masyarakat Samin tidak bisa berhenti hingga saat itu, karena PT Indosemen akan melakukan pendirian pabrik di Rembang. Sehingga waga Samin pun menuju desa tengga untuk berbagi pengalaman mereka bagaimana mereka bersatununtuk mempertahankan agar wilayah mereka tidak dibangun pabrik semen.

Sangat terbukti bahwa tidak adanya kepedulian para kapitalis yang memaksa masyarakat Samin untuk menjual tanah yang mereka miliki untuk pembangunan PT Indosemen tersebut. Pembangunan PT Indosemen di desa Pati memang gagal, namun para kapitalis tidak tinggal diam mereka terus melakukan upaya agar para masyarakat mau menjual tanah mereka demi berhasilnya pembangunan PT Indosemen tersebut. Salah satu upaya mereka adalah mendatangi satu per satu rumah warga dengan menyodorkan uang, namun masyarakat Samin tetap menolak tawaran uang itu. Tapi mereka tetap berusaha dengan mengancam jika tidak menjual tanah maka jalan menuju sawah akan ditutup, dengan berbagai kesepakatan yang telah dibuat oleh masyarakat Samin dengan pihak PT Indosemen akhirnya masyarakat Samin mau menjual sebagian tanah miliknya.

Perjanjian yang telah dibuat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat Samin. Sekarang bagi mereka jika pabrik semen dibangun, maka mereka akan kehilangan berhektar-hektar lahan sawah dan kehilangan sumber kehidupan. Air dan tanah sangat berarti bagi mereka. Dari apa yang telah di perlihatkan dalam film dokumenter ini, sangat tepat sebagai sarana dalam menjembatani antara pemerintah dengan masyarakat, bahwa masih banyak masyarakat pedalaman yang kurang akan kepedulian dari pihak-pihak luar. Ada satu pesan yang masyarakat Samin katakan khususnya bagi para pihak yang tinggal di kota, bahwa bagi mereka yang ingin memiliki kemewahan jangan membuat penderitaan masyarakat Samin dengan adanya pembangunan PT Indosemen untuk pembangunan rumah-rumah mewah serta gedung yang ada di perkotaan. 

Tukang Kerupuk Tunanetra


Didalam kehidupan manusia tidak selalu memiliki kesempurnaan. Ada yang memiliki keterbatsan melihat, mendengar, berbicara ataupun keterbatasan-keterbatasan yang lainnya. Namun kebanyakan manusia yang memiliki kelebihan malah tidak memanfaatkan kesempurnaan yang dimilikinya. Kadang kesempurnaan setiap manusia yang dimilikinya malah disia-siakan, hal ini berbeda dengan pasangan suami istri penjual kerupuk. Penjual kerupuk ini bernama Nunung dan Jono.
 Nunung dan Jono adalah sepasang suami istri yang bekerja sebagai penjual kerupuk keliling. Mereka tinggal di gang tujuh  Menteng Atas Kuningan, Jakarta Selatan.


Pasangan suami istri tersebut memiliki dua orang anak perempuan, yang pertama bernama Novi dan anak kedua bernama Clarissa. Anak pertamanya kini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun anak pertama Nunung dan Jono tidak tinggal bersama mereka melainkan tinggal bersama neneknya di kampung halaman. Sedangkan anak kedua Nunung dan Jono, Clarissa tinggal bersama mereka di Jakarta dan selalu ikut mereka berjualan kerupuk setiap harinya. Biasanya Nunung dan Jono berjualan di sekitar Kawasan Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan. Nunung dan Jono menjual dagangan mereka dari distributor kerupuk.

Nunung dan Jono setiap harinya berjualan mulai dari siang hari hingga malam hari. Pada siang hari Nunung dan Jono biasa berjualan di gang-gang rumah sekitar tempat tinggalnya. Sedangkan pada sore hingga malam hari, Nunung dan Jono berjualan di sekitar area Epicentrum.


 Setiap perjalanan Nunung dan Jono hanya mengandalkan tongkat yang selalu ada dalam pegangan tangannya. Mereka berdua saling menjaga satu sama lain karena mengingat keterbatasan yang mereka miliki. Syukur-syukur anak mereka Clarissa ikut mereka berjualan, Clarissa juga biasanya menuntun Ibu dan Ayahnya ketika sedang berkeliling berjualan. Nunung dan Jono sangat bersyukur karena Clarissa tidak pernah rewel jika ikut mereka berjualan. 

Setiap hari Nunung dan Jono saling bergantian untuk menjaga dan menemani Clarissa bermain disekitar tempat dimana mereka berjualan, sekaligus menjaga dagangan mereka. 


Terkadang Nunung dan Jono sangat merindukan Novi anak pertamanya yang kini tinggal di kampung halaman mereka. Nunung juga mengakatan bahwa terkadang Clarissa juga sering menanyakan kabar bagaimana kakak kandungnya sekarang. Nunung dan Jono berharap anak serta orang tua mereka di kampung halaman baik-baik saja. Sesekali Nunung dan Jono berkomunikasi dengan anak dan keluarga di kampung melalui telepon genggam yang dimilikinya. Ada yang berbeda dari pasangan suami istri penjual kerupung ini, mereka mengalami keterbatasan dalam melihat. Namun dengan keterbatasan yang mereka miliki tidak menjadi penghalang mereka untuk tetap semangat mencari rezeki. Beliau memiliki senjata yang selalu melindunginya. Tongkat adalah senjata satu-satunya yang mereka miliki. Tongkat itu yang selalu membawa mereka kemanapun mereka pergi, meskipun mereka pergi tak tentu arah, kadang mereka pergi ke Selatan ataupun ke Utara. Menurut mereka tanpa tongkat mereka tidak bisa mencari rezeki. 

Nunung dan Jono tidak pernah bosan untuk menunggu orang yang berlalu lalang untuk membeli kerupuknya. Kadang mereka mendapatkan rezeki lebih dari pembelinya, banyak pembeli yang memberi uang lebih dari harga kerupuknya.


Disaat itu Nunung dan Jono menolak apa yang dikasih dari pembelinya, menurut mereka itu adalah sesuatu yang tidak baik karena prinsip dalam hidup mereka tidak ingin di belas kahihani oleh orang lain. Namun terkadang ada saja orang yang memberi Nunung dan Jono tanpa membeli kerupuk yang mereka jual. Nunung dan Jono juga mengakui bahwa mereka sangat bangga dengan kedua anaknya karena mereka tidak malu untuk mengakui memiliki orang tua yang memiliki keterbatasan seperti apa yang dialami oleh Nunung dan Jono. 

Perjalanan mereka menuju tempat jualan, tidak semulus seperti pedangan pada umumnya, apalagi mereka harus berjalan dipinggir jalan yang lokasinya cukup ramai dengan kendaraan yang lalu lalang. Adapun kejadian saat mereka melalukan perjalan, mereka menjelaskan bahwa mereka pernah keserempet sebuah motor yang melalui jalur pejalan kaki, namun pahitnya orang yang menabrak mereka tidak langsung menolongnya meskipun hanya sebatas membantu mereka berdiri lagi. Dengan kejadian tersebut tidak membuat Nunung dan Jono mereka takut untuk melawan kejamnya para mengemudi kendaraan bermotor maupun bermobil. Mereka hanya mengharapkan masih ada orang yang peduli dengan orang yang memiliki keterbatasan seperti mereka. 

Nunung dan Jono adalah perantau yang nekat mempertaruhkan hidupnya di Jakarta. Dengan penghasilan yang tidak terbilang banyak, Nunung dan Jono tetap bersyukur setiap harinya. Pemilik kontrakan Nunung dan Jono selalu memberikan keringanan kepada mereka mengingat penghasilannya yang hanya cukup untuk menghidupi keluarga kecilnya itu. Setiap hari dagangan mereka memang tidak selalu laku terjual, namun mereka tetap bisa tersenyum dan bersyukur dengan apa yang telah didapat pada setiap harinya.

Nunung dan Jono tidak mempermasalahkan orang-orang yang mengejeknya. Namun mereka menganggapnya itu adalah sebagai motivasi untuk bisa menjalani hidup demi keluarga kecilnya itu. Ejekan yang diterimanya sebanding dengan rezeki yang di dapat. Mereka tidak mengeluh sedikitpun atas keterbatasan yang di milikinya. Nunung dan Jono hanya memiliki satu harapan dari menjual kerupuk ini, mereka berharap kedua anaknya bisa menjadi orang yang sukses karena menurut mereka orang sukses bisa merahih kebahagiaan yang tak ternilai harganya. 

Kegigihan dan semangat Nunung dan Jono bisa menjadi inspirsasi bagi kita yang telah diberikan kelebihan oleh sang Maha Pencipta. Seharusnya kita malu dengan keadaan kita yang masih saja bermalas-malasan untuk bekerja, sedangkan mereka diluar sana yang memiliki keterbatasan masih mau berjuang untuk mempertahankan hidupnya meskipun nyawa yang harus menjadi taruhannya.