Tuesday, November 1, 2016

Tukang Kerupuk Tunanetra


Didalam kehidupan manusia tidak selalu memiliki kesempurnaan. Ada yang memiliki keterbatsan melihat, mendengar, berbicara ataupun keterbatasan-keterbatasan yang lainnya. Namun kebanyakan manusia yang memiliki kelebihan malah tidak memanfaatkan kesempurnaan yang dimilikinya. Kadang kesempurnaan setiap manusia yang dimilikinya malah disia-siakan, hal ini berbeda dengan pasangan suami istri penjual kerupuk. Penjual kerupuk ini bernama Nunung dan Jono.
 Nunung dan Jono adalah sepasang suami istri yang bekerja sebagai penjual kerupuk keliling. Mereka tinggal di gang tujuh  Menteng Atas Kuningan, Jakarta Selatan.


Pasangan suami istri tersebut memiliki dua orang anak perempuan, yang pertama bernama Novi dan anak kedua bernama Clarissa. Anak pertamanya kini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun anak pertama Nunung dan Jono tidak tinggal bersama mereka melainkan tinggal bersama neneknya di kampung halaman. Sedangkan anak kedua Nunung dan Jono, Clarissa tinggal bersama mereka di Jakarta dan selalu ikut mereka berjualan kerupuk setiap harinya. Biasanya Nunung dan Jono berjualan di sekitar Kawasan Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan. Nunung dan Jono menjual dagangan mereka dari distributor kerupuk.

Nunung dan Jono setiap harinya berjualan mulai dari siang hari hingga malam hari. Pada siang hari Nunung dan Jono biasa berjualan di gang-gang rumah sekitar tempat tinggalnya. Sedangkan pada sore hingga malam hari, Nunung dan Jono berjualan di sekitar area Epicentrum.


 Setiap perjalanan Nunung dan Jono hanya mengandalkan tongkat yang selalu ada dalam pegangan tangannya. Mereka berdua saling menjaga satu sama lain karena mengingat keterbatasan yang mereka miliki. Syukur-syukur anak mereka Clarissa ikut mereka berjualan, Clarissa juga biasanya menuntun Ibu dan Ayahnya ketika sedang berkeliling berjualan. Nunung dan Jono sangat bersyukur karena Clarissa tidak pernah rewel jika ikut mereka berjualan. 

Setiap hari Nunung dan Jono saling bergantian untuk menjaga dan menemani Clarissa bermain disekitar tempat dimana mereka berjualan, sekaligus menjaga dagangan mereka. 


Terkadang Nunung dan Jono sangat merindukan Novi anak pertamanya yang kini tinggal di kampung halaman mereka. Nunung juga mengakatan bahwa terkadang Clarissa juga sering menanyakan kabar bagaimana kakak kandungnya sekarang. Nunung dan Jono berharap anak serta orang tua mereka di kampung halaman baik-baik saja. Sesekali Nunung dan Jono berkomunikasi dengan anak dan keluarga di kampung melalui telepon genggam yang dimilikinya. Ada yang berbeda dari pasangan suami istri penjual kerupung ini, mereka mengalami keterbatasan dalam melihat. Namun dengan keterbatasan yang mereka miliki tidak menjadi penghalang mereka untuk tetap semangat mencari rezeki. Beliau memiliki senjata yang selalu melindunginya. Tongkat adalah senjata satu-satunya yang mereka miliki. Tongkat itu yang selalu membawa mereka kemanapun mereka pergi, meskipun mereka pergi tak tentu arah, kadang mereka pergi ke Selatan ataupun ke Utara. Menurut mereka tanpa tongkat mereka tidak bisa mencari rezeki. 

Nunung dan Jono tidak pernah bosan untuk menunggu orang yang berlalu lalang untuk membeli kerupuknya. Kadang mereka mendapatkan rezeki lebih dari pembelinya, banyak pembeli yang memberi uang lebih dari harga kerupuknya.


Disaat itu Nunung dan Jono menolak apa yang dikasih dari pembelinya, menurut mereka itu adalah sesuatu yang tidak baik karena prinsip dalam hidup mereka tidak ingin di belas kahihani oleh orang lain. Namun terkadang ada saja orang yang memberi Nunung dan Jono tanpa membeli kerupuk yang mereka jual. Nunung dan Jono juga mengakui bahwa mereka sangat bangga dengan kedua anaknya karena mereka tidak malu untuk mengakui memiliki orang tua yang memiliki keterbatasan seperti apa yang dialami oleh Nunung dan Jono. 

Perjalanan mereka menuju tempat jualan, tidak semulus seperti pedangan pada umumnya, apalagi mereka harus berjalan dipinggir jalan yang lokasinya cukup ramai dengan kendaraan yang lalu lalang. Adapun kejadian saat mereka melalukan perjalan, mereka menjelaskan bahwa mereka pernah keserempet sebuah motor yang melalui jalur pejalan kaki, namun pahitnya orang yang menabrak mereka tidak langsung menolongnya meskipun hanya sebatas membantu mereka berdiri lagi. Dengan kejadian tersebut tidak membuat Nunung dan Jono mereka takut untuk melawan kejamnya para mengemudi kendaraan bermotor maupun bermobil. Mereka hanya mengharapkan masih ada orang yang peduli dengan orang yang memiliki keterbatasan seperti mereka. 

Nunung dan Jono adalah perantau yang nekat mempertaruhkan hidupnya di Jakarta. Dengan penghasilan yang tidak terbilang banyak, Nunung dan Jono tetap bersyukur setiap harinya. Pemilik kontrakan Nunung dan Jono selalu memberikan keringanan kepada mereka mengingat penghasilannya yang hanya cukup untuk menghidupi keluarga kecilnya itu. Setiap hari dagangan mereka memang tidak selalu laku terjual, namun mereka tetap bisa tersenyum dan bersyukur dengan apa yang telah didapat pada setiap harinya.

Nunung dan Jono tidak mempermasalahkan orang-orang yang mengejeknya. Namun mereka menganggapnya itu adalah sebagai motivasi untuk bisa menjalani hidup demi keluarga kecilnya itu. Ejekan yang diterimanya sebanding dengan rezeki yang di dapat. Mereka tidak mengeluh sedikitpun atas keterbatasan yang di milikinya. Nunung dan Jono hanya memiliki satu harapan dari menjual kerupuk ini, mereka berharap kedua anaknya bisa menjadi orang yang sukses karena menurut mereka orang sukses bisa merahih kebahagiaan yang tak ternilai harganya. 

Kegigihan dan semangat Nunung dan Jono bisa menjadi inspirsasi bagi kita yang telah diberikan kelebihan oleh sang Maha Pencipta. Seharusnya kita malu dengan keadaan kita yang masih saja bermalas-malasan untuk bekerja, sedangkan mereka diluar sana yang memiliki keterbatasan masih mau berjuang untuk mempertahankan hidupnya meskipun nyawa yang harus menjadi taruhannya.  




No comments:

Post a Comment