Tuesday, November 1, 2016

Pameran Foto Indonesian Heritage

Pameran foto yang diselenggarakan di Erasmus menampilkan 10 foto terbaik karya para photografer jurnalis penerima permata Photo Journalist Grant 2014. Foto-foto yang ditampilkan berisikan tentang kesenian yang ada di Indonesia, dari 10 foto yang ditampilkan ada beberapa foto yang mencuri perhatian saya karena terdapat kisah dan makna dari foto-foto tersebut.

Cokek Sang Penghibur
Captured by : Anggara Mahendra
Kontributor Bali Buzz (The Jakarta Post Group)
    
 Foto ini menceritakan tentang sebuah hiburan yang bernama cokek yang dimana hiburan ini hanya  bisa dinikmati oleh kelas menengah atas di Cina Benteng, Tanggerang, Banten. Namun sekarang seiring berjalannya waktu hiburan ini sudah bisa dinikmati oleh siapapun karena adanya proses adaptasi, efek dari modernisasi. Hiburan cokek ini menyajikan lagu-lagu dalem yang berbentuk pantun dalam bahasa melayu. Saat itu cokek menjadi salah satu simbol status sosial bagi para pemimpin masyarakat Tionghoa, sehingga tidak sembarang orang berani mendekati sang wayang. Hingga saat ini hiburan Cokek masih tetap ada, namun dalam bentuk yang baru.

Trilogi Kopi
Captured by : Muniroh
Sinar Harapan
 
 Foto ini menceritakan bagaimana gambaran dari historis perjalanan kopi dalam konteks perdagangan dan kebudayaan. Trilogi kopi yang menghubungkan tiga hal yang saling bergantung antara pedagang, pegawai, dan pembeli. Kopi yang diceritakan adalah kopi ‘Bis Kota’ dimana kopi ini adalah bukan kopi biasa melainkan kopi adalah sebagi teman perjalan hidup keluarga penjual dan pembelinya. Cerita kopi ‘Bis Kota’ ini berasal dari Wong Hin yang berasal dari Cina, mengawali dengan mengantar kopi ke rumah orang-orang dengan menggunakan sepeda onthel. Cerita perjalan kopi ‘Bis Kota’ sangat panjang hingga tiga generasi. Ketika generasi ketiga bertemu di warung kopi, saat itulah cerita yang baru dapat dikisahkan kepada anak cucu mereka kelak. 

Miss Tjitjih Kian Tertatih
Captured by : Wahyu Purno Arinto
LKBN Antara

Foto ini adalah salah satu foto dari kelompok kesenian yang telah menghibur penonton sejak di Batavia hingga sekarang di Cempaka Putih, Kemayoran, Jakarta. Miss Tjitji masih terus mempertahankan bahasa sunda dalam setiap pementasannya. Dari tahun ke tahun, hingga berganti generasi, cerita pementasan mereka masih tetap sama sebagian besar mengangkat serita horor seperti “kuntilanak warung doyong”, “kehidupan alam kubur”, dan “beranak dalam kubur”. Kelompok kesenian sandiwara Miss Tjitji juga dianggap sebagai pelopor teater modern terus menerus sepanjang zaman. Namun dibalik itu semua permasalahan materi adalah yang menjadi salah satu kendala bagi kelompok kesenian Miss Tjitji untuk mempertahankan dari kepunahan. 

Suara Dari Bharata
Captured by : Ricky Martin
Majalah Bobo

Foto ini menceritakan tentang bagaimana kehidupan seorang seniman WO Bharata. Walaupun mereka hidup dalam kesederhanaan dalam keterbatasan ekonomi, semangat mereka dalam melestarikan budaya Jawa di tengah Metropolitan Jakarta tak pernah surut. Berbagai penghargaan berhasil mereka raih di kancah seni tradisi nasional dan internasioal. Selain itu untuk menambah penghasilan bulanan diantara mereka menjadi pelatih tari dan menjadi tenaga konsultan profesional event organizer wayang orang untuk perusahaan atau instansi pemerintahan. Mereka juga memiliki moto “Langgengmu Harapanku, Lestarimu Tanggung Jawabku” dan bagi mereka mencari seorang sarjaan itu gampang, akan tetapi bisakah menyediakan satu orang pemain wayang kulit?

Pewaris Takhta Nakhoda Pinisi
Capured by : Syamsudin Ilyas
Rakyat Merdeka
  Foto ini menceritakan tentang sorang nakhoda bernama Muhammad Basso yang berusia 70 tahun. Sudah selama 45 tahun Basso menjadi seorang nakhoda, berbagai jenis kapal layar tradisional sudah ia nakhodai. Menjadi seorang nakhoda adalah hal yang tidak mudah, selain harus bisa membaca petunjuk alam, seorang nakhoda juga harus memiliki jiwa kepemimpinanyang kuat. Basso juga mengatakan ilmu yang dia pelajari selama ini merupakan hasil terpaan ketika menghadapi kerasnya lautan. Dari tangannya telah banyak lahir nakhoda-nakhoda muda yang dapat diandalkan. Bagi Basso ombak dan badai adalah sahabat, yang tidak perlu dilawan tapi ikuti kemana arahnya haluan. 

No comments:

Post a Comment